Harga Minyak dunia menguat pada Selasa (9/9) pasca Israel melancarkan serangan di Doha, Qatar, yang menyasar pimpinan senior Hamas.
Peristiwa ini meningkatkan kekhawatiran atas stabilitas kawasan Timur Tengah, yang menjadi sumber sekitar sepertiga pasokan Minyak global.
West Texas Intermediate (WTI) naik 0,6% dan ditutup di $62,63 per barel di New York, sementara Minyak Brent untuk kontrak November menguat 0,6% menjadi $66,39 per barel.
Serangan ini menandai kali pertama Israel menyerang Doha sejak konflik hampir dua tahun terakhir yang terus mengguncang Pasar energi global. Meskipun target utama, termasuk Khalil al-Hayya, dilaporkan selamat, insiden ini berpotensi menggagalkan upaya AS untuk menengahi kesepakatan damai Israel–Hamas. Qatar sendiri selama ini memainkan peran penting sebagai mediator, meski juga menuai kritik dari Israel dan AS karena menampung biro politik Hamas.
Namun, respons Pasar Minyak terbilang terbatas. Analis menilai, harga Minyak cenderung tidak bereaksi kuat terhadap konflik regional kecuali jika eskalasi langsung mengancam infrastruktur atau jalur distribusi Minyak. Meski begitu, dampak jangka panjang bisa dirasakan, terutama terkait posisi Israel dalam kerja sama energi regional.
Di saat yang sama, Ukraina melanjutkan serangan drone ke infrastruktur energi Rusia, menekan tingkat produksi kilang di sana. Sementara itu, fokus Pasar juga sempat bergeser ke rencana OPEC yang ingin mengembalikan produksi lebih cepat dari perkiraan, memicu kekhawatiran surplus pasokan.
Sementara Bart Melek, Head of Commodity Strategy di TD Securities, memperkirakan harga WTI bisa kembali turun ke kisaran atas $50 dalam beberapa bulan ke depan jika selera risiko investor mereda dan produksi shale AS meningkat lebih tinggi dari ekspektasi.
Sejauh ini, Minyak mentah masih turun sekitar 13% sepanjang tahun, dengan harga bergerak di rentang $62–$66 per barel selama sebulan terakhir.(yds)
Sumber: Bloomberg