Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah pada perdagangan Selasa (3/10/2023), setelah bergerak volatil sepanjang perdagangan hari ini.

IHSG ditutup melemah 0,3% ke posisi 6.940,89. IHSG masih bertahan di level psikologis 6.900 dan masih sulit untuk menembus kembali level psikologis 7.000.

Secara sektoral, sektor energi menjadi pemberat terbesar IHSG pada hari ini, yakni mencapai 2,8%.

Selain itu, beberapa saham juga menjadi pemberat IHSG. Berikut saham-saham yang menjadi pemberat IHSG pada perdagangan hari ini.

EmitenKode SahamIndeks PoinHarga TerakhirPerubahan Harga
Bayan ResourcesBYAN-8.4018,225-2.67%
Merdeka Copper GoldMDKA-4.402,520-5.62%
GoTo Gojek TokopediaGOTO-4.3083-2.35%
Adaro Energy IndonesiaADRO-3.992,690-4.27%
United TractorsUNTR-3.5927,000-3.31%
Astra InternationalASII-3.546,200-1.20%

Sumber: Refinitiv

Sejalan dengan sektor energi yang menjadi pemberat terbesar IHSG, saham raksasa batu bara yakni PT Bayan Resources Tbk (BYAN) menjadi pemberat terbesar IHSG pada hari ini, yakni mencapai 8,4 indeks poin.

Selain saham BYAN, ada saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) yang juga memberatkan indeks sebesar 4 indeks poin.

IHSG pada hari ini bergerak volatil karena terbebani oleh sentiment prospek suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) dan melesatnya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS.

Dilansir dari Reuters, salah satu pejabat The Fed mengatakan bahwa kebijakan moneter perlu tetap bersifat restriktif untuk “beberapa waktu” agar inflasi kembali turun ke target The Fed sebesar 2%.

Namun kesatuan mereka dalam hal tersebut menutupi perdebatan yang sedang berlangsung mengenai kemungkinan kenaikan suku bunga lagi tahun ini.

“Saya tetap bersedia mendukung kenaikan suku bunga dana federal pada pertemuan mendatang jika data yang masuk menunjukkan bahwa terlalu lambat untuk membawa inflasi ke 2% pada waktu yang tepat,” kata Gubernur The Fed, Michelle Bowman pada Senin kemarin dalam persiapannya.

Kendati ada kemajuan besar, inflasi masih terlalu tinggi, dan ia memperkirakan akan tepat bagi The Fed untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut dan mempertahankannya pada tingkat yang ketat untuk beberapa waktu.

Untuk diketahui, inflasi yang diukur dengan indeks harga konsumen (IHK) turun dari sekitar 9% tahun lalu menjadi sekitar 3,7% pada pembacaan terakhir, melambat setidaknya sebagian karena kenaikan suku bunga The Fed sebesar 5,25 poin persentase selama 18 bulan terakhir.

Mengingat kemajuan tersebut, para gubernur The Fed pada bulan lalu memilih untuk mempertahankan suku bunga kebijakan pada kisaran 5,25%-5,50% saat ini meskipun sebagian besar memberi isyarat bahwa kenaikan suku bunga lainnya mungkin diperlukan sebelum akhir tahun.

Prospek era suku bunga tinggi yang belum diketahui kapan berakhirnya membuat yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) terus melonjak dalam beberapa hari terakhir.

Pada penutupan perdagangan kemarin, yield Treasury acuan tenor 10 tahun melonjak 11,2 bp menjadi 4,683%. Melonjaknya yield Treasury membuat pasar semakin khawatir dan membuat pasar saham global cenderung kembali merana.

Hal ini juga menyebabkan investor asing terus mencatatkan capital outflow di pasar keuangan Indonesia.

Data transaksi Bank Indonesia (BI) pada periode perdagangan 25 – 27 September 2023 menunjukkan asing tercatat jual neto Rp 7,77 triliun, terdiri dari jual neto Rp 7,86 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), jual neto Rp 2,07 triliun di pasar saham dan beli neto Rp 2,16 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).