Bursa Asia-Pasifik ditutup bervariasi pada perdagangan Kamis (28/7/2023). Hal ini terjadi disaat harga minyak dunia kembali mendidih dan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) mencetak rekor tertinggi.
Per pukul 15.46 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang ditutup melemah 1,54% ke posisi 31.872,500, Hang Seng Hong Kong turun 1,36% ke 17.373,029, Straits Times Singapura naik tipis 0,08% ke 3.202,400, ASX 200 Australia terdepresiasi 0,08% ke 7.024,80, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,09% menjadi 2.465,07.
Sementara untuk indeks Shanghai Composite China ditutup menguat tipis 0,11% ke posisi 3.110,890.
Dilansir dari CNBC International, harga minyak melonjak ke level tertinggi dalam setahun selama jam perdagangan Asia, setelah stok minyak mentah di pusat penyimpanan utama turun ke level terendah sejak Juli tahun lalu.
Harga minyak melonjak ke level tertinggi dalam setahun selama jam perdagangan Asia, setelah stok minyak mentah di pusat penyimpanan utama turun ke level terendah sejak Juli tahun lalu.
Stok minyak mentah AS turun 2,2 juta barel pada pekan lalu menjadi 416,3 juta barel, data pemerintah menunjukkan, jauh melebihi penurunan 320.000 barel yang diperkirakan para analis dalam jajak pendapat Reuters.
Penarikan minyak mentah tersebut menyusul pengurangan produksi sebesar 1,3 juta barel per hari hingga akhir tahun oleh Arab Saudi dan Rusia yang tergabung dalam Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya yang dikenal sebagai OPEC+.
Minyak berjangka West Texas Intermediate AS menyentuh US$95,03 per barel selama jam perdagangan Asia, menandai level tertinggi sejak Agustus 2022. Terakhir diperdagangkan pada US$94,61 per barel. Patokan global Brent naik 1,05% menjadi US$97,56 per barel.
Hal ini dapat memperparah tingkat inflasi AS yang juga mengalami kenaikan dalam dua bulan terakhir. Sebagai catatan, AS mencatatkan inflasi sebesar 3,7% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Agustus 2023, naik dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 3,2% yoy. Alhasil bank sentral AS (The Fed) menjadi bersikap hawkish dan berpotensi menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin (bps) pada sisa 2023. Hal ini berujung pada melemahnya risk asset seperti saham.
Sikap The Fed tersebut berdampak pada imbal hasil obligasi AS untuk tenor 10 tahun yang mencapai angka 4,64% atau tertinggi sejak 2007 silam.
Pergulatan investor saham dengan yield treasury AS nampaknya akan bertahan cukup lama mengingat The Fed pada pekan lalu mengisyaratkan masih akan mempertahankan sikap hawkish-nya dalam waktu yang lebih lama (higher for longer).