indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah pada perdagangan Senin (18/9/2023), di tengah sikap investor yang menanti keputusan suku bunga acuan dari bank sentral di beberapa negara.
IHSG ditutup melemah 0,67% ke posisi 6.936,08. IHSG pun belum berhasil mencetak level psikologis 7.000 hingga hari ini.
Secara sektoral, sektor konsumer non-primer dan teknologi menjadi pemberat IHSG pada hari ini. Sektor konsumer non-primer memberatkan indeks hingga 1,94%, sedangkan sektor teknologi memberatkan sebesar 0,93%.
Selain itu, beberapa saham juga menjadi pemberat IHSG. Berikut saham-saham yang menjadi pemberat IHSG pada perdagangan hari ini.
Emiten | Kode Saham | Indeks Poin | Harga Terakhir | Perubahan Harga |
Bank Rakyat Indonesia (Persero) | BBRI | -5,48 | 5.325 | -0,93% |
Telkom Indonesia (Persero) | TLKM | -5,00 | 3.680 | -1,08% |
Bank Mandiri (Persero) | BMRI | -2,42 | 5.900 | -0,42% |
Bank Negara Indonesia (Persero) | BBNI | -2,42 | 9.350 | -1,32% |
Charoen Pokphand Indonesia | CPIN | -2,15 | 4.950 | -2,46% |
Indofood Sukses Makmur | INDF | -1,71 | 6.600 | -2,22% |
Merdeka Copper Gold | MDKA | -1,49 | 3.100 | -1,59% |
Sumber: Refinitiv
Jika dilihat-lihat, mayoritas pemberat IHSG merupakan saham-saham bank raksasa, seperti PT PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang mencapai 5,5 indeks poin, kemudian PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar 2,4 indeks poin
IHSG ditutup terkoreksi di perdagangan awal pekan ini karena investor cenderung wait and see menanti keputusan suku bunga acuan dari bank sentral di beberapa negara.
Adapun bank sentral utama yang akan mengumumkan kebijakan suku bunga pada pekan ini yakni mulai dari bank sentral China (People’s Bank of China/PBoC), kemudian bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed), bank sentral Inggris (Bank of England/BoE), dan bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ).
Tak hanya itu saja, Bank Indonesia (BI) juga akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuannya pada pekan ini, tepatnya pada Kamis mendatang.
Pasar global menganalisis serangkaian data ekonomi yang beragam menjelang keputusan kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan diumumkan pada 20 September mendatang.
Para trader akan mencari wawasan tentang bagaimana pemikiran para pembuat kebijakan tentang inflasi. Tak heran jika pelaku pasar ingin mengamankan keuntungan terlebih dahulu dalam jangka pendek.
Selain itu, semakin mendekati pertemuan The Fed, pelaku pasar juga akan cenderung bersikap konservatif dengan mengalokasikan lebih banyak kas sementara.
Kendati demikian, ada potensi kebijakan The Fed mulai melonggar pada bulan ini. Hal ini karena pelaku pasar mulai melihat ada sejumlah alasan yang dinilai cukup kuat untuk mempertahankan suku bunga.
Utamanya, inflasi inti (core consumer price index/CPI) AS periode Agustus 2023 yang sudah melandai sesuai ekspektasi di 4,3% yoy dari sebelumnya 4,7% yoy.
Tak hanya itu, persoalan resesi AS yang sempat santer terdengar pada tahun lalu sudah mulai dilupakan pasar.
Melansir poling Reuters juga menunjukkan peluang terjadi resesi AS pada tahun ini sempat diukur pada Oktober 2023 mencapai 70%, tetapi sekarang nilainya sudah semakin melandai, terakhir pada Agustus 2023 peluang AS bisa resesi di kisaran 40%.
Pasar memperkirakan resesi yang potensi terjadi di AS akan lebih ringan dari yang diperkirakan sebelumnya.
Dengan resesi ringan ditambah inflasi inti yang semakin melandai, suku bunga The Fed potensi semakin optimis ditahan. Hal ini juga didukung dengan perhitungan peluang The Fed menahan suku bunga mencapai 98%, menurut CME Fedwatch Tool.
Sedangkan dari dalam negeri, BI akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 20-21 September dan akan mengumumkan hasilnya pada Kamis, 21 September siang.
Konsensus pasar dalam Reuters memperkirakan BI akan kembali mempertahankan suku bunga acuannya di lebel 5,75%. Jika ekspektasi pasar tersebut benar, maka BI sudah menahan suku bunga acuannya selama tujuh bulan terakhir.