
Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah rilis data inflasi AS dan ekspektasi pasar untuk menahan suku bunga AS.
Merujuk dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,10% terhadap dolar AS di angka Rp15.350/US$ pada hari Kamis (14/9/2023). Posisi ini mematahkan tren pelemahan rupiah sejak 1 September 2023.
Sementara indeks dolar AS (DXY) juga turut mengalami depresiasi dan berada di angka 104,72 atau turun dari penutupan perdagangan kemarin (13/9/2023) yang berada di posisi 104,76.
Inflasi AS terpantau tumbuh 3,7% (year on year/yoy) pada periode Agustus 2023, lebih panas dibandingkan ekspektasi pasar yang proyeksi tumbuh 3,6% (yoy) dan bulan sebelumnya sebesar 3,2% yoy.
Kenaikan inflasi umum tersebut menjadi yang kedua kali terjadi setelah 12 bulan melandai. Sementara itu, inflasi inti turun sesuai perkiraan ke 4,3% (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 4,7%. Kendati begitu, nilainya masih jauh di atas target bank sentral AS (the Fed) di level 2%.
Inflasi yang tinggi tersebut semakin sulit ditanggulangi mengingat terdapat lonjakan harga minyak dunia.
Sebagai catatan, hingga akhir perdagangan kemarin (13/9/2023), harga minyak mentah Brent ditutup menguat ke US$ 92,5 per barel. Sementara harga minyak mentah WTI Crude berada di US$ 88,89 per barel, semakin mendekati level psikologis US$ 90 per barel.
Penguatan harga minyak selama sebulan terakhir ini juga cukup signifikan, brent Oil melesat 8,52%, sementara WTI Crude Oil melonjak 8,01%. Kenaikan harga minyak mentah disinyalir akibat pernyataan International Energy Agency (IEA) yang pada awal minggu ini mengumumkan kekurangan pasokan minyak global untuk semester II-2023.
IEA juga menyatakan secara rata-rata, permintaan minyak akan naik sekitar 1,2 juta barel per hari dari persediaan. Dari sisi pasokan, OPEC+ memperkirakan masih akan cukup ketat, pengurangan akan terjadi sekitar 3 juta barel per hari. Data IEA juga mengungkapkan permintaan minyak pada Agustus 2023 mencapai 101,4 juta barel per hari, sedangkan pasokannya lebih rendah, hanya 100,8 juta barel per hari.
Selain data inflasi AS yang perlu diperhatikan, nanti malam AS akan merilis penjualan ritel untuk periode Agustus 2023 secara bulanan. Data retail sales diproyeksi akan turun ke 0,4% dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 1%.
Selain itu, data klaim pengangguran AS yang berakhir pada pekan 9 September 2023 pun akan dirilis oleh AS malam ini. Klaim pengangguran diperkirakan naik ke 225.000 dibandingkan minggu sebelumnya sebesar 216.000. Klaim pengangguran yang tinggi akan menjadi pertimbangan The Fed untuk melunakkan kebijakan-nya dan bisa menjadi pemanis pasar di kala inflasi yang semakin memanas.
Sementara Kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan tekanan kepada pasar keuangan akan berlanjut. Inflasi inti AS memang melandai dan ini menjadi kabar baik tetapi secara keseluruhan head inflation AS meningkat tajam.
Sedangkan jika dilihat dari survei perangkat CME FedWatch, tercatat 97% the Fed menahan suku bunganya di rentang 5,25-5,50%. Sedangkan 3% lainnya mengatakan bahwa the Fed berpotensi menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin (bps).