Nasib pertumbuhan kredit Indonesia dengan Amerika Serikat serupa. Pada saat bank sentral kedua negara mematok suku bunga acuan pada level yang tinggi, pertumbuhan kredit di kedua negara pun melambat. 

Pada Juni 2023, total outstanding kredit perbankan di AS tumbuh 6,24% secara tahunan (yoy). Bulan sebelumnya pertumbuhan kredit mencapai 7,85% yoy dan pada awal tahun masih lebih dari 10% yoy.  Sebagaimana diketahui, The Fed telah mengerek suku bunga acuan sebanyak 500 bps sejak Maret 2022. 

Di Tanah Air, Bank Indonesia telah mengerek BI-7 Day Reverse Repo Rate sebanyak 225 basis poin (bps) menjadi 5,75%. Mengutip data BI, industri perbankan menyalurkan kredit senilai Rp 6.636,1 triliun, naik 7,7% secara tahunan (yoy). Pada bulan sebelumnya kredit tumbuh 9,5% yoy. Sebagai catatan, pada awal tahun ini kredit tumbuh 10,2% yoy. 

BI pun telah merevisi target pertumbuhan kredit tahun ini dari 10%-12% menjadi 9%-11%. 

Presiden Direktur PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (BNII) Taswin Zakaria mengatakan pertumbuhan kredit melambat karena banyak debitur yang melakukan pelunasan awal. Pelaku usaha banyak mengambil posisi wait and see menjelang tahun politik. 

“Biasanya wait and see karena tahun politik. Pelunasan awal karena cost efficiency di masa suku bunga tinggi,” kata Taswin kepada CNBC Indonesia, Jumat (4/8/2023).

Taswin memperkirakan pada semester II 2023 belum ada stimulus yang mendorong kredit. Bank Indonesia belum memberikan sinyal untuk menurunkan suku bunga acuan.

Dia pun memperkirakan pertumbuhan industri akan sulit mencapai target BI, bahkan yang telah direvisi. “Pertumbuhan industri 7%-8% secara tahunan sudah bagus kalau bisa tercapai hingga Desember,” katanya.

Sepanjang paruh pertama tahun ini, Maybank mencatat penyaluran kredit dan pembiayaan senilai Rp 109,97 triliun, naik 19,94% yoy. Bila dibandingkan dengan kuartal I/2023 yang tumbuh 7,7% yoy, secara persentase pertumbuhan kredit BNII berakselerasi sangat cepat.

Hal serupa juga disampaikan Direktur Utama PT BankCIMB NiagaTbk. atauBNGALaniDarmawan. Dia mengatakan cost of fund atau beban dana saat ini relatif tinggi dan membuat suku bunga kredit sulit turun. Hal ini berimbas pada segmen non-ritel wait and see.

“Terutama di korporasi dan komersial,” katanya.

Sementara itu, bila dirinci perlambatan utamanya disebabkan oleh kredit korporasi yang melambat 260 basis poin (bps) menjadi 6,4% yoy. Kredit yang menyasar korporat ini berkontribusi 51,28% atau setara Rp 3.402,8 triliun.

Pada periode yang sama, kredit perorangan melambat 60 bps menjadi 9,1% yoy. Kredit perorangan menyumbang 47,94% atau Rp 3.181,1 triliun.

Detailnya, kredit investasi pertumbuhannya turun 320 basis poin (bps) menjadi 8,4% yoy dari 11,6%. Industri pengolahan anjlok cukup dalam, yakni dari 16,4% yoy menjadi 7,9% yoy.

Bila dilihat, kredit perorangan melambat karena kredit kendaraan bermotor dan kredit multiguna. Pada periode yang sama, kredit pemilikan rumah (KPR) justru menguat.

Senada dengan sektor yang lain, pertumbuhan kredit kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga melambat. Kredit UMKM tercatat naik 7,1% yoy, turun 40 bps dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya.

Kredit skala mikro melambat 80 bps, sedangkan kontraksi pada kredit kecil dan menengah semakin besar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *